.:Selamat Datang di Kholish Blog's. Situs Resmi Wahidul Kholish Assaumi:.
BannerFans.com

Kamis, 21 Juli 2011

Amanah Baru


Senin pagi (18/07), saya bersilaturrahmi dengan salah satu tokoh Indonesia, ustadz Raihan Iskandar, Lc. MM. Anggota DPR-RI Komisi XI dari F-PKS. Pagi itu beliau berbagi pengalaman tentang dakwah. Dakwah yang di mulai dari zaman Rasulullah SAW, hingga saat ini.

Beliau juga bercerita bagaimana gigihnya sang panglima Islam yang mampu menaklukkan Afrika Utara; Uqbah ibn Nafi. Di setiap kesempatan, sang panglima selalu berdo'a kepada Allah, dengan do'a yang sangat singkat; ربنا تقبل منا . Yupz, hanya itu do'a sang panglima. Do'a yang sangat singkat, namun luas maknanya. Uqbah hanya berharap agar semua tindakan, amalan dan keputusannya diterima, diridhoi Allah, sang Pencipta.

Ust. Raihan juga menekankan betapa pentingnya seorang da'I memahami Islam secara kaffah. Juga berpesan, jika kita diberi amanah, tuk senantiasa berusaha memenuhi amanah itu. Seorang da'I harus mampu berbaur di mana saja, menebarkan ajaran Islam yang indah.

Ketika sesi tanya jawab, saya lebih banyak merenung, hanya sesekali menyimak jawaban dari ustadz Raihan. Saya merenung, teman-teman di IPQI banyak mendukung saya tuk meneruskan perjalanan IPQI. Akankah amanah ini saya terima?

Ketika saya pulang ke rumah, suasan hati semakin kacau, antara menerima dan tidak. Namun setelah mereplay balik, pesan-pesan ustadz Raihan, semangat itu timbul. Semangat perubahan. Istikhoroh menjadi pilihan di saat seperti ini. Do'aku "ya Allah, jika perkara ini baik bagiku, maka ridhoilah langkahku dan mantabkanlah hati ini dengan pilihanku, namun jika perkara ini tidak baik bagiku, maka jauhkanlah aku dari perkara ini. Akhirnya, dengan hati yang mantab, penuh keyakinan kepada Allah, saya beranikan diri untuk menjadi calon ketua IPQI.

***

Setelah LPJ IPQI masa bakti 2010-2011, saya semakin mantab tuk maju jadi calon ketua IPQI. Dan ternyata, Allah berkenan memberikan amanah ini kepada saya. Semoga Allah selalu membimbing saya, agar bisa menjalankan amanah ini dengan baik.

ربنا تقبل منا...

Sabtu, 16 Juli 2011

Menyikapi Fenomena Malam Nishfu Sya'ban


Bagaimana kita menyikapi fenomena malam nishfu sya'ban? berikut adalah tanggapan dari Imam Hasan Al-Banna mengenai nishfu sya'ban.

Tulisan ini merupakan salah satu karya Imam Hasan Al Banna yang sampai saat ini masih diabadikan. Dalam tulisan ini beliau mengulas tentang beberapa permasalahan, diantaranya adalah Merayakan malam nishfu Sya’ban, membaca doa dan shalat pada malam tersebut, serta menjelaskan tentang hukum syariat terkait dengan permasalahan yang telah disebut diatas. Beliau menuliskan pandangannya dengan ilmiyah namun sedarhana dan mudah untuk dipahami. Tulisan ini juga memperlihatkan kematangan beliau dalam ilmu tafsir, hadis, fikih, dan ushul fikih.

Setelah itu beliau menjelaskan tentang kondisi riil kaum muslimin; ada diantara mereka yang keliru dan berlebihan dalam menyikapi malam nisfu sya’ban. Melalui tulisan ini beliau ingin mengembalikan mereka agar kembali kepada pemahaman yang benar tentang malam nisfu sya’ban. Bahkan dalam pembahasan fikih yang dalam, Imam Al Banna memberikan trik dan cara dalam menghadapi kemunkaran dan kekeliruan yang sering terjadi dikalangan masyarakat awam pada saat malam nisfu sya’ban. Namun ada satu hal yang menarik dalam tulisan Imam Al Banna ini, beliau tetap menerapkan kaidah “Alla Yuaddi Inkarul Munkar Ilaa Munkari Akbar” (Melarang yang munkar jangan sampai menimbulkan kemunkaran yang lebih besar) dalam merubah pandangan masyarakat awam. Menerapkan amar ma’ruf harus dengan cara yang baik. Kaidah ini sering dilalaikan oleh para dai dalam melakukan dakwah di masyarakat.

Bismillahirrahminirrahim

Makalah ini pertama kali di terbitkan di surat kabar “Ikhwanul Muslimun” edisi 20 tahun I (1352 H). Kemudian diterbitkan kembali pada surat kabar yang sama di bulan sya’ban tahun 1353 H.

Pada saat itu datang seorang ikhwah dari Propinsi Daqahlia untuk menanyakan tentang hadis yang terkait dengan nisfu sya’ban, kebiasaan masyarakat yang melakukan doa dan sejenisnya pada malam itu.

Insya Allah pertanyaan ini akan kami jawab sesuai dengan kemampuan kami berdasarkan pada referensi yang ada pada kami dan berlandaskan nash-nash yang ada yang kami ketahui. Namun kami tidak menolak apabila ada dalil lain yang berbeda dari apa yang kami jelaskan pada tulisan ini. Kami akan sangat berterima kasih bila ada hujjah lain yang berbeda yang dapat diberikan kepada kami. kebenaran harus berada diatas segala dan menjadi tujuan utama para tholibul ilmi. Wallahul Musta’an

Pembahasan tentang Malam Nisfu Sya’ban akan kita bagi menjadi tiga; Pembahasan hadis-hadis yang terkait dengan malam nisfu sya’ban; kedua, kebenaran dan kekeliruan yang di yakini masyarakat awam tentang malam nisfu sya’ban; ketiga, hukum berdoa sebagaimana doa yang sudah dikenal oleh masyarakat luas.

Pertama, Dalil-dali Yang Terkait dengan Keutamaan Malam Nisfu Sya’ban

Firman Allah dalam surat Ad Dukhan:

﴿إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ* فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ﴾ (الدخان: 3، 4)

Ulama berbeda pendapat tentang kata “Malam” yang terdapat pada ayat diatas.

Pendapat pertama:
bahwa yang dimaksud dengan “Malam” pada ayat diatas adalah malam lailatul qadar, yaitu malam yang terdapat pada bulan Ramadhan.

Pendapat kedua:
bahwa yang dimaksud dengan “Malam” pada ayat tersebut adalah malam nisfu sya’ban.

Pendapat ketiga:
Ulama yang berpendapat bahwa, bisa jadi malam lailatul qadar terjadi pada pertengahan bulan sya’ban.

Pendapat ketiga ini ingin memadukan dua pendapat sebelumnya, namun pendapat ini sangat lemah sekali. Sehingga tidak ada alasan yang kuat untuk mempertahankan pendapat ketiga.

Sekarang kita akan fokuskan pembahasan pada dua pendapat pertama secara ringkas. Pendapat pertama yang menyebutkan bahwa ayat tersebut berbicara tentang lailatul qadar lebih rajih (kuat) dikalangan mayoritas ulama tafsir dan ulama pentahqiq.

Berikut adalah dalil dan hujjah yang menyatakan bahwa malam tersebut adalah malam lailatul qadar lebih kuat dari malam nisfu sya’ban.

- قال الألوسي في تفسيره عند قوله تعالى: ﴿فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِين﴾: “هي ليلة القدر على ما روى ابن عباس وقتادة وابن جبير ومجاهد وابن زيد والحسن، وعليه أكثر المفسرين والظواهر معهم، وقال عكرمة وجماعة: هي ليلة النصف من شعبان”.
Artinya:
“Telah berkata Al Alusi dalam Tafsirnya pada saat membahas ayat:
(فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِين) , bahwa yang dimaksud adalah lailatul qadar, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Abbas, Qatadah, Ibnu Jubair, Mujahid, Ibn Zaid, dan Al Hasan. Pendapat ini adalah pendapat kebanyakan ahli tafsir, termasuk Az Zawahiri didalamnya. Sedangkan Ikrimah dan Jamaah berpendapat, bahwa malam itu adalah malam nisfu sya’ban”.

وقال الطبري في تفسيره عن هذه الآية الكريمة: واختلف أهل التأويل في تلك الليلة، أي ليلة من ليالي السنة هي؟ فقال بعضهم: هي ليلة القدر، ثم ذكرهم، وقال بعد سردهم: “وقال آخرون: بل هي ليلة النصف من شعبان، ولم يذكرهم”، ثم قال: “والصواب في ذلك قول من قال هي ليلة القدر؛ لأن الله- جل ثناؤه- أخبر أن ذلك كذلك”، وقد أُكد هذا المعنى في ذلك البحث نفسه.
Artinya:
At Thabari mengatakan dalam tafsirnya tentang ayat yang mulia ini. Telah berbeda pendapat para ahlu ta’wil tentang makna “Malam” pada ayat tersebut. Apakah malan tersebut bagian dari malam-malam dalam satu tahun? Sebagian orang mengatakan, “Malam itu adalah malam lailatul Qadar. Kemudian mereka menjelaskan alasannya.

Sedangkan yang lainnya mengatakan, “Bahwa malam itu adalah malam nisfu sya’ban. Namun tidak mereka tidak menjelaskan alasannya. Kemudian At Thabari berkata, “Yang benar adalah mereka yang mengatakan bahwa malam itu adalah malam lailatul qadar. Karena Allah telah mengabarkan tentang hal tersebut. Penegasan makna tersebut telah ditegaskan dalam pembahasan tersebut”.

وقال النيسابوري في تفسير الآية الكريمة أيضًا: وأكثر المفسرين على أنها ليلة القدر لقوله تعالى: ﴿إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ﴾ (القدر:1)، وليلة القدر عند الأكثر في رمضان.. ثم نقل كلام الطبري وقال بعده: وزعم بعضهم كعكرمة وغيره أنها ليلة النصف من شعبان، وما رأيت لهم دليلاً يعول عليه، فها أنت ترى من أقوال هؤلاء الأعلام أن الآية الكريمة لا تصلح أن تكون دليلاً في فضل ليلة النصف من شعبان.
Artinya:

An Naisaburi berkata dalam tafsirnya tentang makna ayat tersebut. Kebanyakan mufassirin mengatakan bahwa malam itu adalah malam lailatul qadar, berdasarkan firman Allah surat Al-Qadar : 1 إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ. Sedangkan menurut mayoritas ulama, malam lailatul qadar terjadi pada bulan ramadhan…. kemudian Naisaburi menukil perkataan At Thabari, dan memberikan komentar setelahnya: “Sebagian orang seperti Ikrimah dan yang lainnya menyangka bahwa malam itu adalah malam nisfu sya’ban. Saya tidak mendapati dalil yang mereka gunakan. Apakah anda juga menemukan dari perkataan para ulama tersebut yang layak dijadikan dalil bahwa ayat tersebut dapat menjadi dalil/hujjah untuk menyatakan keutamaan malam nisfu sya’ban.

Kedua, Hadis-hadis yang Yang Terkait dengan Keutamaan Malam Nisfu Sya’ban

أ- ما أخرجه بن ماجه والبيهقي في شعب الإيمان عن علي- كرم الله وجهه- قال: قال رسول الله- صلى الله عليه وسلم: “إذا كانت ليلة النصف من شعبان فقوموا ليلها، وصوموا نهارها، فإن الله ينزل فيها لغروب الشمس إلى سماء الدنيا، فيقول: ألاَ من مستغفر لي، فأغفر له! ألا مسترزق فأرزقه! ألا مبتلىً فأعافيه! ألا كذا ألا كذا حتى يطلع الفجر”.
Artinya:

Rasulullah Saw bersabda, “Jika malam nisfu sya’ban, maka shalatlah pada malam harinya dan berpuasa pada siangnya. Karena sesungguhnya Allah turun pada saat menjelang terbenam matahari ke langit yang paling terdekat. Lalu Allah menyeru, ‘Siapa orang yang beristighfar kepadaKU maka akan AKU ampuni. Siapa yang meminta rizki, maka AKU akan memberikan rizki. Siapa yang sakit, maka akan AKU sembuhkan! Siapa yang begini, siapa yang begini…dan seterusnya hingga terbit fajar” HR. Ibnu Majah, Baihaqi dalam Syu’abul Iman dari Imam Ali karamahullahu Wajhahu

ب- ومنها: ما أخرجه الترمذي وابن أبي شيبة والبيهقي وابن ماجه عن عائشة قالت: فقال: “إن الله- عز وجل- ينزل في ليلة النصف من شعبان إلى السماء الدنيا، فيغفر لأكثر من عدد شعر غنم بني كلب”.

Artinya
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah turun pada malam nisfu sya’ban ke langit terdekat. Memberikan pengampunan lebih banyak dari jumlah bulu domba Bano Kalb”. HR. Tirmidzi, Ibnu Abi Syaibah, Al Baihaqi, dan Ibnu Majah dari Aisyah.

ج- ومنها ما أخرجه أحمد بن حنبل في المسند عن عبدالله بن عمرو بن العاص أن رسول الله- صلى الله عليه وسلم- قال: “يطلع الله- عز وجل- إلى خلقه ليلة النصف من شعبان، فيغفر لعباده إلا اثنين: مشاحن، وقاتل نفس”.

Artinya
Allah menemui hamba-Nya pada malam nisfu sya’ban dan memberikan ampunan kepada hamba-Nya kecuali dua orang; yang suka bertengkar dan melakukan bunuh diri” HR. Ahmad bin Hanbal dalam Musnad dari Abdullah bin Amr bin Ash

jika hadis hadis tersebut diatas kedudukannya kuat dan selamat dari penyakit hadis, maka akan menjadi dalil dan hujjah bagi keutamaan malam nisfu sya’ban. Namun sangat disayangkan, ternyata hadis-hadis tersebut mendapatkan komentar dari para ulama hadis dan mereka melemahkannya. Sebagian dari muhadisin mengatakan bahwa hadis pertama sanadnya adalah dhaif (lemah), diantara mereka adalah Al Iraqi. Sedangkan Al Hafiz Al Mundziri berkomentar bahwa hadis yang ketiga sanadnya “Layyin” (lembek). Bahkan Al Hafiz Abu Bakar Al Araby mengakatakan, “Tidak ada yang shahih tentang Nisfu Sya’ban”.

Adapun saya berkeyakinan bahwa hadis-hadis ini memang dhaif, namun kita tidak bisa mengingkari bahwa malam nisfu sya’ban memiliki keutamaan daripada malam-malam lainnya di bulan ini. Bila ingin melakukan shalat malam, maka lakukanlah shalat yang disyariatkan dan bila ingin melakukan shaum di siang harinya, maka lakukanlah shaum yang disyariatkan. Demikian pula melakukan hal-hal yang mustahabbat pada hari-hari tersebut, sesuai dengan kaidah mengamalkan hadis dhaif dalam fadhail amal. Namun dengan syarat, tidak menganggap sebagai ibadah. sebab tidak ada dalil dalam hal tersebut

Kedua, Keyakina Masyarakat Awam dan Ibadah di Malam Harinya
1. Ada yang berkayakinan bahwa malam ini adalah malam diangkatnya amalan. Sebelumnya sudah kita bahas, bahwa malam tersebut bukan malam nisfu sya’ban, tapi malam lailatul qadar sebagaimana pendapat yang rajih

2. Keyakinan bahwa barangsiapa yang hadir pada saat berdoa di masjid selepas shalat magrib dan melaksanakan shalat sebagaimana yang disebutkan, maka ia tidak akan mati pada tahun tersebut. Padahal sudah jelas, bahwa Allah lah yang menentukan ajal. Mereka akan merasa menyesal apabila tidak bisa berkumpul malam ini. Hal-hal yang seperti ini adalah keyakinan yang batil dan tidak ada landasannya

3. Membaca surat yasin pada malam nisfu sya’ban. mereka berkumpul dan membaca doa dengan cara tertentu. Mengenai hal ini saya belum pernah menemukan dalilnya. Karena sesungguhnya membaca Al Quran sangat disukai pada setiap waktu. Namun bila mengkhususkan hanya pada malam tersebut untuk membaca surat yang khusus, maka hal itu tidak pernah disebutkan dalam dalil apapun. Saya belum mendapatkan dalilnya tentang bolehnya hal tersebut, bila anda memilikinya, silahkan sampaikan ke saya.

4. Mereka mengatakan bahwa ada shalat khusus pada malam tersebut, yaitu 100 rakaat. Setiap rakaat setelah fatihah membaca QUL HUWALLAHU AHAD sebanyak 11 kali. Jika tidak sanggup, maka shalat 10 rakaat, setiap rakaat membaca 100 x QUL HUWALLAHU AHAD setelah Al Fatihah. Hal tersebut disebutkan oleh imam Al Gazali dalam kita Ihya Ulumuddin. Al Gazali berkata, “Dahulu para salaf melaksanakan shalat ini dan mereka menyebutnya dengan sebutan shalat kheir. Mereka melaksanakannya secara berjamaah.

Diriwayatkan dari Al Hasan bahwasanya ia berkata, “Telah mengabari kepadaku 30 sahabat nabi, bahwasanya barangsiapa yang melaksanakan shalat ini di malam ini, maka allah akan memandangkan dengan 70 kali pandangan. dan setiap pandangan akan dikabulkan 70 permintaan. yang paling sedikit adalah mendapatkan ampunan. Demikian Imam Al Gazali di kitab Ihya Ulumuddin.

Al Hafiz Al Iraqi telah membantah itu semua dengan mengatakan bahwa hadis tentang shalat pada malam nisfu sya’ban adalah hadis yang batil. Pendapat tersebut adalah pendapat mayoritas ulama. Dalilnya adalah, hadis-hadis yang disebutkan tidak tercantum dalam kitab para huffaz yang terpercaya. Kalaupun ada, tidak ada periwayat dari kalangan sahabat yang dikenal, sanadnya tidak ada yang sampai kepada rasulullah saw. Sebagaimana diketahui bersama, bahwa pengkhususan suatu ibadah butuh kepada dalil syar’i yang kuat. Sedangkan pada persoalan terkait tidak ada dalil yang menjelaskan tentang shalat tersebut.

5. Berkayakinan dengan doa yang susunan sudah kita ketahui bersama. untuk hal ini pembahasan khusus, karena banyak perbedaan dikalangan masyarakat.

Kesimpulan
Jika disimpulkan, maka:
1. Malam nisfu Sya’ban adalah malam yang memiliki fadhilah (keutamaan). Menghidupkannya dengan bentuk ketaatan kepada allah atau shaum pada hari tersebut adalah suatu yg sukai

2. Mengkhususkan dengan ibadah tertentu seperti membaca yasin, shalat kheir, dan doa-doa khusus adalah sesuatu yang tidak ada dalilnya dan tidak memiliki tuntutan dari syariat.

Hasan Al Banna

sumber: BeritaPKS.com

Jumat, 15 Juli 2011

Bilal bin Rabah: Suara Emas dari Ethiopia


Suatu malam, jauh sepeninggal Rasulullah, Bilal bin Rabbah, salah seorang sahabat utama, bermimpi dalam tidurnya. Dalam mimpinya itu, Bilal bertemu dengan Rasulullah.

"Bilal, sudah lama kita berpisah, aku rindu sekali kepadamu," demikian Rasulullah berkata dalam mimpi Bilal.
"Ya, Rasulullah, aku pun sudah teramat rindu ingin bertemu dan mencium harum aroma tubuhmu," kata Bilal masih dalam mimpin-ya. Setelah itu, mimpi tersebut berakhir begitu saja. Dan Bilal bangun dari tidurnya dengan hati yang gulana. Ia dirundung rindu.

Keesokan harinya, ia menceritakan mimpi tersebut pada salah seorang sahabat lainnya. Seperti udara, kisah mimpi Bilal segera memenuhi ruangan kosong di hampir seluruh penjuru kota Madinah. Tak menunggu senja, hampir seluruh penduduk Madinah tahu, semalam Bilal bermimpi ketemu dengan nabi junjungannya.

Hari itu, Madinah benar-benar terbungkus rasa haru. Kenangan semasa Rasulullah masih bersama mereka kembali hadir, seakan baru kemarin saja Rasulullah tiada. Satu persatu dari mereka sibuk sendiri dengan kenangannya bersama manusia mulia itu. Dan Bilal sama seperti mereka, diharu biru oleh kenangan dengan nabi tercinta.

Menjelang senja, penduduk Madinah seolah bersepakat meminta Bilal mengumandangkan adzan Maghrib jika tiba waktunya. Padahal Bilal sudah cukup lama tidak menjadi muadzin sejak Rasulullah tiada. Seolah, penduduk Madinah ingin menggenapkan kenangannya hari itu dengan mendengar adzan yang dikumandangkan Bilal.

Akhirnya, setelah diminta dengan sedikit memaksa, Bilal pun menerima dan bersedia menjadi muadzin kali itu. Senjapun datang mengantar malam, dan Bilal mengumandangkan adzan. Tatkala, suara Bilal terdengar, seketika, Madinah seolah tercekat oleh berjuta memori. Tak terasa hampir semua penduduk Madinah meneteskan air mata. "Marhaban ya Rasulullah," bisik salah seorang dari mereka.

Sebenarnya, ada sebuah kisah yang membuat Bilal menolak untuk mengumandangkan adzan setelah Rasulullah wafat. Waktu itu, beber-apa saat setelah malaikat maut menjemput kekasih Allah, Muhammad, Bilal mengumandangkan adzan. Jenazah Rasulullah, belum dimakam-kan. Satu persatu kalimat adzan dikumandangkan sampai pada kalimat, "Asyhadu anna Muhammadarrasulullah." Tangis penduduk Madinah yang mengantar jenazah Rasulullah pecah. Seperti suara guntur yang hendak membelah langit Madinah.

Kemudian setelah Rasulullah telah dimakamkan, Abu Bakar meminta Bilal untuk adzan. "Adzanlah wahai Bilal," perintah Abu Bakar.

Dan Bilal menjawab perintah itu, "Jika engkau dulu membebaskan demi kepentinganmu, maka aku akan mengumandangkan adzan. Tapi jika demi Allah kau dulu membebaskan aku, maka biarkan aku menentukan pilihanku."
"Hanya demi Allah aku membebaskanmu Bilal," kata Abu Bakar.
"Maka biarkan aku memilih pilihanku," pinta Bilal.
"Sungguh, aku tak ingin adzan untuk seorang pun sepeninggal Rasulullah," lanjut Bilal.
"Kalau demikian, terserah apa maumu," jawab Abu Bakar.

***

Di atas, adalah sepenggal kisah tentang Bilal bin Rabah, salah seorang sahabat dekat Rasulullah. Seperti yang kita tahu, Bilal adalah seorang keturunan Afrika, Habasyah tepatnya. Kini Habasyah biasa kita sebut dengan Ethiopia.

Seperti penampilan orang Afrika pada umumnya, hitam, tinggi dan besar, begitulah Bilal. Pada mulanya, ia adalah budak seorang bangsawan Makkah, Umayyah bin Khalaf. Meski Bilal adalah lelaki dengan kulit hitam pekat, namun hatinya, insya Allah bak kapas yang tak bernoda. Itulah sebabnya, ia sangat mudah menerima hidayah saat Rasulullah berdakwah.

Meski ia sangat mudah menerima hidayah, ternyata ia menjadi salah seorang dari sekian banyak sahabat Rasulullah yang berjuang mempertahankan hidayahnya. Antara hidup dan mati, begitu kira-kira gambaran perjuangan Bilal bin Rabab.

Keislamannya, suatu hari diketahui oleh sang majikan. Sebagai ganjarannya, Bilal disiksa dengan berbagai cara. Sampai datang padanya Abu Bakar yang membebaskannya dengan sejumlah uang tebusan.

Bisa dikata, di antara para sahabat, Bilal bin Rabah termasuk orang yang pilih tanding dalam mempertahankan agamanya. Zurr bin Hubaisy, suatu ketika berkata, orang yang pertama kali menampakkan keislamannya adalah Rasulullah. Kemudian setelah beliau, ada Abu Bakar, Ammar bin Yasir dan keluarganya, Shuhaib, Bilal dan Miqdad.

Selain Allah tentunya, Rasulullah dilindungi oleh paman beliau. Dan Abu Bakar dilindungi pula oleh sukunya. Dalam posisi sosial, orang paling lemah saat itu adalah Bilal. Ia seorang perantauan, budak belian pula, tak ada yang membela. Bilal, hidup sebatang kara. Tapi itu tidak membuatnya merasa lemah atau tak berdaya. Bilal telah mengangkat Allah sebagai penolong dan walinya, itu lebih cukup dari segalanya.

Derita yang ditanggung Bilal bukan alang kepalang. Umayyah bin Khalaf, sang majikan, tak berhenti hanya dengan menyiksa Bilal saja. Setelah puas hatinya menyiksa Bilal, Umayyah pun menyerahkan Bilal pada pemuda-pemuda kafir berandalan. Diarak berkeliling kota dengan berbagai siksaan sepanjang jalan. Tapi dengan tegarnya, Bilal mengucap, "Ahad, ahad," puluhan kali dari bibirnya yang mengeluarkan darah.

Bilal bin Rabah, meski dalam strata sosial posisinya sangat lemah, tapi tidak di mata Allah. Ada satu riwayat yang membukti-kan betapa Allah memberikan kedudukan yang mulai di sisi-Nya.

Suatu hari Rasulullah memanggil Bilal untuk menghadap. Rasulullah ingin mengetahui langsung, amal kebajikan apa yang menjadikan Bilal mendahului berjalan masuk surga ketimbang Rasulullah.

"Wahai Bilal, aku mendengar gemerisik langkahmu di depanku di dalam surga. Setiap malam aku mendengar gemerisikmu."

Dengan wajah tersipu tapi tak bisa menyembunyikan raut bahagianya, Bilal menjawab pertanyaan Rasulullah. "Ya Rasulullah, setiap kali aku berhadats, aku langsung berwudhu dan shalat sunnah dua rakaat."

"Ya, dengan itu kamu mendahului aku," kata Rasulullah membenarkan. Subhanallah, demikian tinggi derajat Bilal bin Rabah di sisi Allah.
Meski demikian, hal itu tak menjadikan Bilal tinggi hati dan merasa lebih suci ketimbang yang lain. Dalam lubuk hati kecilnya, Bilal masih menganggap, bahwa ia adalah budak belian dari Habasya, Ethiopia. Tak kurang dan tak lebih.

Bilal bin Rabah, terakhir melaksanakan tugasnya sebagai muadzin saat Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah. Saat itu, Bilal sudah bermukim di Syiria dan Umar mengunjunginya.

Saat itu, waktu shalat telah tiba dan Umar meminta Bilal untuk mengumandangkan adzan sebagai tanda panggilan shalat. Bilal pun naik ke atas menara dan bergemalah suaranya.

Semua sahabat Rasulullah, yang ada di sana menangis tak terkecuali. Dan di antara mereka, tangis yang paling kencang dan keras adalah tangis Umar bin Khattab. Dan itu, menjadi adzan terakhir yang dikumandangan Bilal, hatinya tak kuasa menahan kenangan manis bersama manusia tercinta, nabi akhir zaman.

sumber: eramuslim.com

Sejarah Palestina dan Rakyatnya (Bag ke-7): Bagaimana Zionis Yahudi Memperlakukan Tanah Wakaf Islam dan Tempat Suci Kaum Muslimin


Wakaf dan tempat-tempat suci kaum muslimin di Palestina juga tidak selamat dari serangan permusuhan Zionis Yahudi, tidak selamat dari aksi penggusuran dan upaya-upaya penghapusan jejak-jejaknya. Palestina penuh dengan tempat suci dan tanah-tanah yang diwakafkan oleh para pemiliknya untuk kepentingan kaum muslimin dan membantu keperluan mereka seperti kaum fuqara’, masakin, para penuntut ilmu (thalabatul ilmi), para musafir dan untuk kepentingan masjid-masjid umat Islam. Tanah wakaf di Palestina mencapai 1 juta 680 donam atau sekitar 6,25% dari total luas tanah Palestina, jumlah itu mencapai 10% dari total luas tanah yang cocok untuk bertani. Dan di Palestina ada 340 desa yang merupakan wakaf baik secara keseluruhan maupun sebagian seperti desa Burain, Beit Furaik, Shatha dan Sa’sa’.

Di tanah Palestina yang diduduki Zionis Yahudi tahun 1948 (Palestina’48) orang-orang Yahudi menguasai sebagian besar tanah wakaf Islam dengan dalih tanah-tanah tersebut milik orang yang telah tiada dan menyerahkannya kepada anak cucu agama mereka yang mendirikan permukiman-permukiman dan proyek-proyek pertanian, industri dan perdagangan. Masjid-masjid kaum muslimin, makam-makam dan bekas-bekas peninggalan sejarah mereka juga tidak selamat dari serangan permusuhan ini. Seperti penggusuran sebagian besar tanah masjid Ibrahimi yang ada di Hebron yang kemudian mereka dirikan tempat ibadah kaum Yahudi. Orang Yahudi juga menguasai tembok barat masjid al Aqsha “Temok Buraq” yang oleh mereka dinamai dengan sebutan “tembok ratapan”. Mereka pun menggusur lorong al Mugharabah yang melekat dengan “Tembok Buraq” yang merupakan tanah wakaf dan menghancurkan bangunan-bangunan yang ada di sana untuk kemudian mereka jadikan tempat untuk para pengunjung (peziarah) “tembok ratapan” mereka. Mereka juga mengubah masjid Dzahir Bebars di El-Majdal, yang dibangun sejak lebih 700 tahun, menjadi kafe. Sedang sebuah masjid yang paling terkenal di Yafa, masjid as Saksak, mereka rubah menjadi klub Yahudi asal Bulgaria. Mereka juga merubah masjid Qisariya menjadi bar, pup dan kedai minuman keras. Mereka menggunakan masjid as Shagir di Haifa sebagai lokasi para pemakai narkoba dan pelacuran. Dan mereka merubah masjid Shafad menjadi museum archaeology dan kantor pariwisata. Mereka pun menghancurkan masjid Imam Husain dan makamnya di Asqalan kemudian didirikan di atasnya rumah sakit Yahudi. Masih banyak lagi ratusan masjid yang nasibnya tidak lebih baik dari masjid-masjid yang kita sebutkan di atas. Karena aksi serupa juga terjadi terhadap masjid-masjid lain semisal masjid Aka, masjid Thabriya, masjid Shafad, masjid Hauqain, masjid Aqrat, masjid Abu Kabir, masjid Salama, masjid Qabiya, masjid Amwas, masjid Lubiya, masjid Sharfand dan masjid-masjid lainnya. 72

Zionis Yahudi juga tidak peduli atas pemeliharaan makam-makam kaum muslimin. Di al Quds misalnya mereka membangun di atas makam Ma’manullah sebuah hotel dan plaza sangat besar “Mamila”. Mereka buka jalan-jalan di atasnya dan sisanya mereka jadikan sebagai taman umum di atas kuburan kaum muslimin. Sedang makam Yazur dekat Yafa maka sebagiannya telah digusur dijadikan proyek jalan di atasnya dan sisanya mereka jadikan sebagai tempat pembuangan sampah. Mereka bangun di atas pemakaman Syeikh Muknis dekat Yafa pabrik-pabrik dan disanya mereka bangun di atasnya gedung-gedung cabang Universitas Tel Aviv. Sedang di pemakaman Istiqlal di Haifa mereka membuang sebagian dan membongkar sekitar 300 makam kemudian dibangun di atasnya Hotel Pariwisata. Mereka juga membongkar kuburan “Masyhad” Fatimah binti Husain bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhuma di desa Bani Na’im dengan Hebron, dengan dalih mencari bekas-bekas peninggalan sejarah mereka. Mereka juga berupaya membongkar makam Syeikh Izuddin al Qassam, seorang tokoh jihad dan nasional Palestina pada abad ke 20. Ini adalah sekelumit dari sekian banyak kejahatan yang mereka lakukan terhadap tempat-tempat suci Islam, dan apa yang kami sebutkan di sini adalah sekadar contoh tidak terbatas hanya itu.73

___

Referensi: Dr. Muhsin Muhammad Shaleh, Warsito, Lc (pent), Ardhu Filistin wa Sya’buha (Tanah Palestina dan Rakyatnya), Seri Kajian Sistematis tentang Issu Palestina (1).

___

Catatan kaki:

72 Kajian-kajian dan Koran-koran banyak memuat dan mempublikasikan praktek-praktek kejahatan Zionis terhadap wakaf Islam. Apa yang kami sebutkan di sini hanyalah sebagai contoh saja. Dipublikasikan di harian Kuwait al Ra’yu al ‘Am, edisi 22 April 1986, harian Kuwait al Wathan edisi 16 Desember 1985 dan harian Yordania al Liwa’ edisi 10 April 1986. Untuk mendapatkan rincian lebih lanjut seputar wakaf-wakaf Islam di tanah (Palestina) terjajah tahun 1948 dapat dirujuk ke kajian penting dalam bahasa Inggris, yaitu: Michael Dumper, Islam and Israel: Muslim Endowments and the Jewish State (Washington: Institute of Palestine Studies, 1994).

Sumber: Dakwatuna.com

Sejarah Palestina dan Rakyatnya (Bag ke-6): Apakah Orang Palestina Menjual Tanah Mereka Dan Membiarkannya Bagi Orang Yahudi?


Sekali waktu saya ditanya oleh seorang dosen di salah satu universitas Arab dengan malu-malu atas pertanyaan berikut: Apakah orang-orang Palestina menjual tanah mereka dan membiarkannya buat orang-orang Yahudi? Dia tidak bertanya sekiranya hubungan antara kami tidak sangat kuat, dia tahu bahwa dia tidak akan membuatkan dalam posisi sulit dengan pertanyaannya itu. Pada kenyataannya saya tidak merasa sempit dada atas pertanyaannya itu, namun betapa saya sangat kaget karena dia adalah seorang dosen sejarah modern, dan termasuk orang yang memberikan andil dalam menyiapkan kurikulum di negaranya, di antara tulisannya adalah kajian tentang Palestina!! Setelah itu saya paham bahwa pertanyaan ini selalu menjadi kebingungan pada banyak orang. Mereka mendapati kesempitan untuk melontarkannya. Dan saya tahu betapa ruginya orang-orang Palestina dan juga para spesialis yang melakukan kajian tentang Palestina dalam menerangkan masalah ini dengan cara yang benar dan obyektif, bukan saja kepada dunia namun juga kepada anak keturunan mereka yang berkulit sama dan seagama.

Kampanye-kampanye Zionis Yahudi difokuskan kepada statemen bahwa orang-orang Palestina, merekalah yang telah menjual tanah mereka kepada Yahudi. Bahwa orang Yahudi tidak lain hanya membelinya secara “halal” dengan uang mereka, tidak seharusnya orang Palestina meminta kembali setelah itu! Mungkin kita dapat memberikan pemikiran ringkas berkaitan dengan masalah ini.

Bahwa kampanye Zionis Israel pada awalnya dan sejak abad ke 19 terfokus pada pemikiran “tanah tanpa bangsa untuk bangsa tanpa tanah”, dengan menganggap bahwasanya tidak ada bangsa (rakyat) di Palestina, sehingga adalah wajar dan hak bagi bangsa Yahudi yang tidak memiliki tanah untuk menjadikan tanah Palestina buat mereka. Namun orang-orang Yahudi dan sejak awal koloni permukiman mereka yang pertama, mereka mendapati tanah Palestina wilayah yang berkembang dengan aktivitas dan kehidupan, telah hidup di sana bangsa yang giat bekerja dan berakar di bumi mereka. Dan yang jarang kita sebut adalah bahwa pada dekade terakhir abad ke 19 salah seorang senior pemimpin gerakan Zionis yang dekat dengan Hertzel mengutus dua orang Hakom (pendeta) Yahudi untuk memberikan laporan kepada Konferensi Zionisme mengenai kemungkinan aktivitas migrasi (hijrah) orang-orang Yahudi ke Palestina. Setelah kembali, keduanya menulis laporan yang di dalamnya diibaratkan, “Bahwa Palestina adalah mempelai wanita yang cantik, ialah cukup memenuhi semua persyaratan, namun sayang ia benar-benar telah bersuami,” artinya bahwa di sana ada bangsa (rakyat) yang menempatinya dan bukanlah tanah tanpa bangsa (rakyat).

Aktivitas perlawanan Palestina untuk menghadapi permukiman koloni Yahudi ini telah mulai dilakukan di Palestina sejak mulai proyek ini muncul, dan sejak tahap-tahap awal sekali proyek ini, di masa daulah utsmaniyah. Telah terjadi benturan antara petani Palestina dengan para pemukim Yahudi pada tahun 1886, dan sejak datang Rasyad Basha mengurus al Quds dan menunjukkan sikap nepotisme pada orang-orang Yahudi maka utusan dari pihak dewan al Quds mengajukan protes terhadapnya pada Mei 1890. Dan pada 24 Juni 1891, dewan al Quds mengajukan petisi kepada Shadr A’dzam (semacam perdana menteri) di daulah utsmaniyah, dalam petisinya mereka meminta pelarangan hijrah Yahudi Rusia ke Palestina dan pelarangan bagi mereka mempunyai hak kepemilikan tanah di Palestina64. Para ulama perwakilan Palestina di pemerintahan daulah utsmaniyah, juga harian-harian Palestina, melakukan warning untuk memberikan peringatan akan bahaya koloni permukiman Yahudi dan meminta melakukan langkah-langkah tegas dalam menghadapinya. Pada tahun 1897, syaikh Muhammad Taher Husaini mengetuai dewan lokal yang memiliki kewenangan pemerintah resmi untuk melakukan penelitian pada permintaan pemindahan kepemilikan pada penguasaan Baitul Maqdis, maka dapat menghalangi perpindahan banyak tanah ke tangan Yahudi. Syaikh Sulaiman Taji Faruqi yang mendirikan Partai Nasional Utsmani pada tahun 1911 juga memiliki peran dalam mengingatkan bahaya Zionis. Demikian juga yang dilakukan Yusuf Khalidi, Ruhi Khalidi, Sa’id Husaini dan Nagib Nashar. 65

Meskipun Sultan Abdul Hamid dan penguasa pusat telah mengeluarkan ta’limat (instruksi) untuk melakukan perlawanan terhadap hijrah (migrasi) dan koloni permukiman Yahudi, namun kerusakan bagian manajerial daulah utsmaniyah telah menghalangi pelaksanaan ta’limat tersebut. Melalui penyuapan orang Yahudi berhasil membeli tanah Palestina dalam jumlah besar. Kemudian penguasaan Partai Persatuan dan Kemajuan atas daulah utsmaniyah dan menjatuhkan Sultan Abdul Hamid pada tahun 1909, serta pengaruh Yahudi yang sangat besar di dalamnya, telah turut serta memudahkan orang-orang Yahudi memiliki tanah Palestina dan menghijrahkan orang-orang Palestina. Bersamaan dengan akhir daulah utsmaniyah pada tahun 1918 orang-orang Yahudi telah mendapatkan 420 donam dari total luas tanah Palestina yang mereka beli dari para tuan tanah asal Lebanon semisal keluarga Sarsaq, Tiyan, Tuwaini dan Midwar, atau dari pemerintah utsmaniyah lewat jalan pelelangan yang di dalamnya dijual tanah para petani Palestina yang tidak mampu membayar pajak menumpuk yang dibebankan kepada mereka. Atau juga dari para tuan tanah Palestina yang sebagian besarnya adalah orang-orang Nasrani seperti keluarga Rok, Kisar, Khauri dan Hana. Pembelian ini mencapai sekitar 93% dari tanah yang mereka peroleh kala itu. Yang penting, bahaya Zionisme belum menjadi bahaya yang begitu menakutkan bagi anak-anak Palestina kala itu, itu dikarenakan kecilnya jumlah permukiman koloni dan perumahan Yahudi juga ketidakmungkinan pendirian entitas Zionis di bawah daulah islamiyah (daulah utsmaniyah).66

Ketika Palestina berada di bawah penjajah imperialis Inggris pada tahun 1917 - tahun 1948, adalah secara terang-terangan negara ini datang ke Palestina untuk melaksanakan proyek Zionis dan mendirikan tanah air nasional bagi Yahudi di Palestina. Seluruh kewenangan penguasa imperialis dan kekuatannya telah diperas untuk merealisasikan realita ini. Gerakan Nasional Palestina telah melakukan perlawanan terhadap koloni permukiman Yahudi dengan segala cara baik politik, informasi dan protes serta melakukan banyak aksi revolusi dan baku fisik. Selama penjajahan Inggris Yahudi berhasil menguasai sekitar 1 juta 380 ribu donam atau sekitar 5,1% dari total tanah Palestina, meskipun dengan memobilisir potensi internasional dan modal yang luas biasa, serta di bawah dukungan dan terror langsung dari negara imperialis yang lalim. Tapi tunggu dulu! Pada realitanya sebagian besar tanah yang berhasil mereka kuasai ini tidak mereka beli dari orang Palestina. Kenyataan-kenyataan obyektif menunjukkan bahwa sebagian besar tanah tersebut masuk ke tangan Yahudi melalui pemberian oleh penguasa imperialis Inggris kepada mereka dari tanah Palestina amiriyah (tanah milik daulah utsmaniyah), atau lewat para tuan tanah besar selain orang Palestina yang tinggal di luar Palestina, yang secara praktek dan resmi mereka dilarang dan tidak boleh masuk ke Palestina (di bawah penjajahan Inggris) untuk mengembangkan tanah mereka meskipun mereka benar-benar ingin melakukan itu.

Pemerintah imperialis Inggris telah memberikan tanah amiriyah secara gratis dan cuma-cuma kepada Yahudi seluas 300 ribu donam dan pemberian lain seluas 200 ribu donam dengan imbalan upah simbolik. Pada masa Herbert Samuel, utusan pertama pemerintah imperialis Inggris atas Palestina (1920 - 1925) dia seorang Yahudi Zionis, dia berikan 175 ribu donam kepada Yahudi dari tanah negara paling subur yang ada di daerah dataran rendah antara Haifa dan Qisariya. Dan hibah dalam jumlah besar berkali-kali dia berikan kepada Yahudi dari tanah yang ada di daerah-daerah dataran rendah lain seperti di Nagev dan pantai Laut Mati.67

Di sana juga ada tanah sangat luas milik beberapa keluarga tuan tanah, terutama pada tahun 1869 ketika daulah utsmaniyah terpaksa menjual tanah amiriyah untuk mencukupi kebutuhan dana anggarannya. Maka dibelilah tanah-tanah ini oleh keluarga-keluarga kaya dari Lebanon. Dan itu adalah sisi lain dari penderitaan dan tragedy Palestina. Ada keluarga tertentu yang menjual 625 donam kepada Yahudi, keluarga Sarsaq Lebanon menjual lebih 200 donam. Dan tindakan ini mengakibatkan terlantarnya 2746 keluarga Palestina yang menempati 22 desa Palestina, yang telah menggarap tanah ini selama ratusan tahun. Tragedi ini terus berulang manakala keluarga tuan tanah Lebanon yang lain menjual 125 ribu donam yang ada di sekitar Danau Haula di utara Palestina. Kemudian dua keluarga Lebanon lainnya menjual tanah Wadi Hawarits seluas 32 ribu donam yang mengakibatkan terlantarnya 15 ribu orang Palestina. Keluarga-keluarga yang banyak menjual tanah ke Yahudi pada masa pemerintahan imperialis Inggris adalah keluarga Ali Salam, Ali Tiyan, Ali Qibani, Ali Yusuf, Shibagh, Tuwaini, Jazairli, Shum’a, Qutili dan Mardini yang kesemuanya adalah keluarga Lebanon atau Suriah. Jumlah tanah pertanian yang dijual para tuan tanah yang ada di luar dan tidak bisa datang ke Palestina selama tahun 1920 - 1936 mencapai 55,5% dari total tanah pertanian yang didapatkan Yahudi.68 Meski yang bertanggung jawab atas penjualan tanah ini semua adalah anak-anak keluarga tersebut namun cela dan penyesalan tidak mesti ditimpakan kepada mereka saja. Itu dikarenakan pemerintah imperialis Inggris kala itu melarang mereka masuk datang ke Palestina untuk mengembangkan tanah pertanian mereka, dengan asalan mereka adalah orang asing. Itu terjadi setelah pemisahan Palestina dari Suriah dan Lebanon berdasarkan perjanjian Sykes Picot antara imperialis Inggris dengan Perancis kala itu.

Adapun tanah yang masuk ke tangan Yahudi lewat penjualan yang dilakukan orang Arab Palestina selama penjajah Inggris jumlahnya tidak lebih dari 260 ribu donam. Yahudi bisa mendapatkan tanah-tanah ini dikarenakan kondisi sangat berat dan susah yang sengaja diterapkan oleh penjajah Inggris terhadap para petani Palestina. Juga akibat cara-cara pencabutan hak kepemilikan Arab yang digunakan penjajah Inggris bagi kepentingan Yahudi sesuai dengan pasal-pasal dokumen pemerintah mandataris Inggris di Palestina dan yang mengatur hak ini pada utusan Smith. Kasus penjualan terjadi juga karena akibat kelemahan beberapa orang Palestina yang tergelincir dalam godaan materi. Dan bukanlah hal yang aneh bahwa di setiap tempat dan masa dan di Negara manapun baik Arab maupun non Arab, ada kelompok-kelompok kecil yang lemah menghadapi godaan. Namun yang jelas mereka itu adalah kelompok terbuang dan diperangi secara global dari rakyat Palestina. Dan banyak dari mereka yang mengalami pemboikotan, pembersihan dan pembunuhan terutama pada masa-masa terjadi revolusi besar Arab yang mencakup seluruh Palestina selama tahun 1936 - 1939.

Dengan demikian, jumlah tanah yang ada di tangan Yahudi dari orang Palestina sampai tahun 1948 tidak lebih 1% dari total tanah Palestina, selama 70 tahun dari awal koloni permukiman dan migrasi terorganisir Yahudi ke Palestina dan di bawah kondisi keras yang dialami orang Palestina. Ini saja pada hakikatnya telah menunjukkan sejauh mana penderitaan yang dialami Yahudi dalam rangka mengokohkan proyek mereka dan mensukseskannya di Palestina, juga menunjukkan sejauh mana tekad orang-orang Palestina memegang teguh tanah mereka.69

Putra-putra Palestina telah mencurahkan kesungguhannya untuk memerangi penjualan tanah Palestina, terutama pada tahun 30-an dari abad ke 20. Adalah Majlis Tinggi Islam yang dipimpin al Haj Amin Husaini dan para ulama Palestina memiliki peran yang besar dalam masalah ini. Konferensi Ulama Palestina I pada 25 Januari 1935 telah mengeluarkan fatwa secara ijma’ (consensus) haram hukumnya menjual, sejengkal sekalipun, dari tanah Palestina kepada Yahudi dan menganggap orang yang menjual, calo dan perantara yang menghalalkan penjualan sebagai murtad dari agama, keluar dari segenap kaum muslimin, haram hukumnya dikubur di makam kaum muslimin dan mereka harus diboikot dalam segala hal dan dicela.70

Para ulama melakukan kampanye besar di seluruh kota dan desa Palestina menentang penjualan tanah kepada Yahudi. Mereka mengadakan banyak pertemuan serta mengambil janji dan sumpah pada masyarakat agar tetap memegang teguh tanah mereka, agar tidak menyepelekan sedikit pun darinya. Para ulama berhasil menyelamatkan banyak tanah yang terancam dijual, Majelis Tinggi Islam membeli seluruh desa dengan seisinya seperti desa Deir Amru dan Zaita, tanah yang tersebar di desa Thaiba, Utail, Thaira dan berhasil menghentikan penjualan tanah di 60 desa di Yafa. Disatukanlah lembaga-lembaga nasional untuk turut andil di dalam menghentikan penjualan tanah Palestina, didirikanlah shunduq umat (dana umat) yang dikelola oleh seorang ekonom Palestina Ahmad Hilmi Basha dan berhasil menyelamatkan tanah Bathiha di timur laut Palestina yang luasnya mencapai 300 ribu donam.71

Kerugian atas tanah Palestina yang sebenarnya bukanlah karena orang Palestina menjual tanah mereka. Namun karena kekalahan pasukan Arab pada perang tahun 1948 dan pendirian entitas Zionis Yahudi - setelah itu - yang melahap 77% tanah suci Palestina. Juga tindakan mereka secara langsung dan dengan kekuatan senjata mengusir putra-putra Palestina kemudian menguasai tanah mereka. Kemudian mereka melakukan pendudukan terhadap tanah Palestina yang tersisa setelah perang tahun 1967 dengan pasukan Arab, disusul dengan langkah-langkah mereka menggusur tanah warga Palestina dengan berbagai alasan. Sampai saat ini pandangan anak-anak Palestina terhadap orang yang menjual tanah atau menjadi perantara penjualan masih dengan pandangan hina, rendah dan pelecehan, hukuman eksekusi masih mengejar siapa saja yang terpikat dirinya menjual tanah. Para tokoh revolusi telah banyak melakukan pembasmian terhadap mereka meski rezim penjajah Zionis Israel memberikan perlindungan kepada mereka.

Bersambung…

___

Referensi: Dr. Muhsin Muhammad Shaleh, Warsito, Lc (pent), Ardhu Filistin wa Sya’buha (Tanah Palestina dan Rakyatnya), Seri Kajian Sistematis tentang Issu Palestina (1).

___

Catatan kaki:

64 Abdul Wahhab al Kiyali, Tarikh Filistin al Hadits, ct.9 (Beirut: al Muasasah al Arabiyah lil Dirasat wa al Nasyr, 1985) hlm. 41 - 42.

65 Ibid, hlm. 43 - 67.

66 Ibid, hlm. 49.

67 Lihat: al mausu’ah al filistiniyah 1/180 dan Hindun al Badiri, hlm. 187 - 237.

68 Lihat al mausu’ah al filistiniyah 3/561 - 562; Hindun al Badiri, hlm. 239 - 248 dan Shaleh Abu Yasher, hlm. 465 - 475.

69 Lihat: Hindun al Badiri, hlm. 249 - 259, Muhammad Arabi Nakhla, Tathawur al Mujtama’ fii Filistin fii Ahdi al Intidab al Brithani 1920 - 1948 (Kuwait:Dzatu al Salasil, 1983) hlm. 144

70 Lihat teks fatwa di: Watsaiq al Harakah al Filistiniyah 1918 - 1939 dari Akram Za’ater ditulis dan dibukukan oleh Bayan Nuwaihidh ak Hut (Beirut: Muasasah al Dirasat al Filistiniyah, 1984) hlm. 381 - 391.

71 Lihat Bayan Nuwaihidh al Hut, al Qiyadat wal Muasasat al Siyasiyah fii Filistin 1917 - 1948 (Beirut: Muasasah al Dirasah al Filistiniyah, 1981) hlm. 294 - 296, Isa al Safari, Filistin al Arabiyah baina al Intidab wa al Shahyuniyah, ct.2 (al Quds: Manshurat Shalahuddin, 1981) hlm. 230, Muhammad Izet Daruna, Filistin wa Jihad al Filistiniyin, hlm. 34 - 35 dan al mausu’ah al filistiniyah 3/562.

sumber: Dakwatuna.com

Kholish Blog's on Facebook