.:Selamat Datang di Kholish Blog's. Situs Resmi Wahidul Kholish Assaumi:.
BannerFans.com

Rabu, 28 April 2010

Refleksi satu tahun meninggalkan Ibu Pertiwi... 28/04/2009 - 28/04/2010

Malam ini sulit bagiku tuk memejamkan kedua biji mataku. Entah kenapa. Tiba-tiba diriku teringat memori satu tahun yang lalu. Yupz, tepatnya hari selasa, 28 april 2009. Hari yang sangat bersejarah dalam hidupku. Tanggal yang tercatat pada Visaku. Tahun yang selalu ku kenang.
Hari di mana aku meninggalkan keluarga, ayah, ibu, adik, saudara, teman-teman, guru-guruku untuk sebuah harapan yang mereka pikulkan di pundakku. Untuk sebuah cita-cita yang aku sendiri tak begitu paham dengan cita-citaku. Ironis memang. Tapi, itulah aku.
Setahun yang lalu aku masih bersama dengan orang-orang terdekatku. Ayahku, ibuku, adikku. Setahun yang lalu aku masih mendengarkan wejangan dari ayakhu. Setahun yang lalu aku masih sering diomelin ama ibuku. Satahun yang lalu aku masih bersenda gurau dengan adikku satu-satunya. Satu hal yang paling melekat di ingatanku, ketika suatu hari, ibuku berpesan: “le, dimanapun kamu berada, kejujuran tetap nomor satu, diinget itu”. Ya, bagitulah kira-kira ibuku berpesan padaku (tentunya dengan bahasa Indonesia, karena di keluarga kami sejak kecil telah ditanamkan tuk selalu menggunakan bahasa Indonesia, walaupun orang Jawa)
Ya, setahun yang lalu aku masih sering marah-marah ama santri-santri di mana tempat aku mengabdi. Setahun yang lalu aku masih sering kena omelan dari Ustadz Ustdzahku di Pondok karena kerjaanku yang suka ngawur (hehe). Setahun yang lalu aku masih sering pontang panting mengurus Kartu keluarga. Karena antara KTP dan Kartu Keluarga terdapat perbedaan yang sangat jauh. Beda daerah. Ya, beda daerah, karena KTP yang aku miliki adalah KTP di mana aku mengabdi. Sedangkan Kartu Keluargaku berada di daerah yang berbeda.
Setahun yang lalu aku mondar mandir mengajukan proposal di dua Kepala Daerah. Ya, dua Kepala Daerah sekaligus. Satunya adalah Bupati di mana aku dan orang tuaku tinggal di daerah kekuasaannya. Kedua adalah Walikota di mana tempat aku mengabdi di Pondok Pesantren yang berada di daerahnya. Namun nasib belum berpihak kepadaku. Tak satupun proposalku diterima. Walaupun pada akhirnya, aku mendapatkan bantuan dari seorang Dokter yang memiliki sebuah Rumah Sakit. Dokter yang memiliki jiwa sosial yang tinggi. Dokter yang memiliki Tsaqofah Islamiyah yang cukup memumpuni. Dokter yang sangat peduli dengan pendidikan.
Setahun yang lalu aku berangkat dari rumahku, di sebuah desa bernama Muara Gula Baru menuju Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II (SMB II). Sebuah desa yang berada di Kabupaten Muara Enim. Kabupaten yang baru-baru ini menjadi bahan perbincangan banyak orang. Bukan hanya warga Muara Enim, namun telah menjadi bahan perbincangan Nasional, bahkan Internasional. Emang apa istimewanya daerah ini??? Beberapa jam yang lalu sebelum aku menulis tulisan ini, aku membaca sebuah berita yang sangat mengejutkan bagi diriku, dan tentunya warga Muara Enim. Ternyata baru ditemukan bahwa Muara Enim memiliki Penghasil Panas Bumu ke Dua di Dunia setelah Amerika. Dan ini memberikan peluang bagi Muara Enim, bahwa Muara Enim akan menjadi Kabupaten Terkaya di Sumatera Selatan bahkan di Indonesia.
Setahun yang lalu aku terbang dari Bandara SMB II menuju Jakarta dengan Lion Air. Setahun yang lalu aku berangkat dari Jakarta menuju Kairo dengan menggunakan jasa penerbangan Emirat dengan terlebih dahulu translit di Dubai.
Setahun yang lalu aku berpisah dengan keluarga dan saudara-saudaraku untuk waktu yang lama. Waktu yang tak semua orang tahu kapan bisa berkumpul lagi. Yang ada hanya sebuah harapan tuk bisa cepet kembali ke Tanah Air dan bisa berkumpul lagi dengan keluarga.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya pada hari rabu, tanggal 29 april 2009, pukul 20.00 waktu Kairo ( waktu itu, Kairo masih sore, karena kalau musim panas waktunya dimajukan).
Namun, setelah satu tahun berlalu, akupun tak merasakan ada perubahan yang berarti. Ya, setidaknya itulah yang aku rasakan saat ini. Satu tahun di Kairo memang terasa begitu cepat. Akupun selalu mengingat-ingat pesan Ustadzku di Pondok, bahwa Kairo itu بين النور و النار ( antara An-Nûn dan An-Nâr ). Di Kairo kita bisa dapatkan semua apa yang kita inginkan. Semua disiplin Ilmu insya Allah bisa kita dapatkan. Apalagi Kairo sangat fenomenal dengan Universitas Al-Azharnya. Universitas yang tertua di dunia. Dan saat ini, Al-Azhar tidak hanya mengajarkan tsaqofah dîniyyah saja. Akan tetapi semua disiplin Ilmu terdapat di Universitas ini.
Di Kairopun bisa juga kita dapatkan النار. Layaknya kota-kota besar seperti Jakarta. Maka di Kairopun tidak sedikit hal-hal yang berbau ma’shiat bisa kita jumpai.
Malam ini, aku mencoba mereview ulang tujuan utamaku datang ke Negeri Para Nabi ini. Mudah-mudahan tujuan awal aku datang di Negeri ini bisa terealisasi dengan baik.
Kairo, 28 April 2010
Pukul : 12.54

Kholish Blog's on Facebook