.:Selamat Datang di Kholish Blog's. Situs Resmi Wahidul Kholish Assaumi:.
BannerFans.com

Selasa, 16 Maret 2010

Jual Beli Kredit dalam Islam

Oleh: Wahidul Kholis Assaumi
A. Pendahuluan
Sosiolog Islam, Ibnu Khaldun pernah mengatakan bahwa sesungguhnya manusia itu berkarakter dasar sebagai makhluk sosial dan berperadaban yang membutuhkan pergaulan sosial yang tentunya membawa konsekuensi adanya transaksi muamalah serta pertukaran barang dan jasa. Hal ini memerlukan prinsip-prinsip juridis samawi yang mengatur semuanya itu agar sesuai dengan sunnatullah, keharmonisan dan keadilan sosial. Adanya prinsip-prinsip syariah dalam masalah pertukaran dan kontrak muamalah yang dapat digunakan untuk melakukan tinjauan hukum atas setiap transaksi sepanjang zaman termasuk era modern saat ini untuk kemaslahatan semua pihak.
Para Ulama pun telah jauh-jauh hari merumuskan tetang prinsip-prinsip jual beli yang sesuai dengan syari’at Islam. Seperti adanya asas kerelaan dari kedua pihak, larangan praktik penipuan dan pemalsuan, bertransaksi berdasarkan prinsip keadilan dan toleransi dan lain-lain.
Bahkan Allah Subhânahu wa Ta'âlâ lebih dulu memberikan aturan tentang jual beli, sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an :
...وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا...
Artinya : “…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba….”

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُب بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلاَ يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللّهَ رَبَّهُ...
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya…”

Jual beli sistem kredit datang menyeruak diantara segala sistem bisnis yang ada. Sistem ini mulai diminati banyak kalangan, karena rata-rata manusia itu kalangan menengah ke bawah, yang mana kadang-kadang mereka terdesak untuk membeli barang tertentu yang tidak bisa dibeli dengan kontan, maka kredit adalah pilihan yang mungkin dirasa tepat. Namun ada sebuah pertanyaan besar yang muncul, yaitu apa hukum jual beli kredit dalam Islam? halalkah atau haram? kalau halal lalu bagaimana aturan dan kode etiknya baik bagi penjual maupun bagi pembeli?
Permasalahan inilah yang akan kita bahas pada kesempatan kali ini.

B. Definisi Jual Beli Kredit
Jual Beli Kredit (sell or buy on credit/installment) dalam bahasa Arabnya disebut dengan بيع با لتقسيط (Bai’ bit Taqsith) yang pengertiannya menurut istilah syari’ah adalah menjual sesuatu dengan pembayaran yang diangsur dengan cicilan tertentu, pada waktu tertentu, dan lebih mahal daripada pembayaran kontan/tunai.
Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya Al-Mu’amalah Al-Mâliyah Al-Muâshirah menyebutkan pengertian jual beli kredit sebagai berikut :
“Jual beli kredit dalam fiqih dikenal dengan istilah بيع با لدين (Bai` bid Dain) atau بيع با لتقسيط (Bai’ bit Taqsith). Semuanya berarti jual beli dengan penyerahan barang pada saat akad, tapi pembayarannya dilakukan secara tertunda. Pembayaran tertunda ini dapat dilakukan sekaligus pada satu waktu, atau dicicil (diangsur) dalam beberapa kali cicilan (tidak dibayar sekaligus dalam satu waktu).

C. Hukum Jual Beli Kredit dalam Islam
Secara umum, hukum jual beli telah dijelaskan secara gamblang dalam Al-Qur’an bahwa hukum asalnya adalah mubah. Hukum mubah ini bisa menjadi haram ketika di dalamnya ada unsur-unsur yang menyebabkan jual beli itu menjadi haram, seperti adanya penipuan, pemalsuan dan sebagainya. Allah Subhânahu wa Ta'âlâ berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيماً
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

Namun bagaimana dengan hukum jual beli kredit? Para Ulama berbeda pendapat tentang hukum jual beli kredit, apakah halal ataupun haram.



1. Halalnya jual beli kredit
Para Imam empat madzhab membolehkan jual beli secara kredit meskipun harga jual dengan cara kredit lebih mahal daripada harga jual dengan kontan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz, ulama’ muta’akhirin pernah mengatakan : “Saya pernah ditanya tentang hukum jual-beli sekarung gula pasir dan sebagainya, yang dicicil sampai pada waktu yang telah ditentukan dengan ketentuan harga yang lebih tinggi daripada kontan. Maka saya jawab, mu’amalah ini sah. Sebab jual-beli kontan berbeda dengan jual-beli kredit, sementara seluruh umat Islam mengamalkan mu’amalah ini.”
Selain Syaikh Abdul Aziz bin Baz, para Ulama yang membolehkan jual beli kredit adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnul Qoyyim, Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin dan lain-lain.
Namun di balik pembolehan atas jual beli kredit tersebut, para Ulama pun memberikan beberapa syarat, yang mana syarat-syarat itu akan kita bahas pada lembaran selanjutnya.
Para Ulama memberikan hujjahnya dengan beberapa dalil yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Dalil yang memperbolehkan jual beli dengan pembayaran tertunda
• Firman Allah Subhânahu wa Ta'âlâ :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya…”
• Hadits Rasulullah Shallâllahu ‘Alaihi wa Sallam:
عن عائشة رضي الله عنها أن رسول الله صلى الله عليه و سلم اشترى من يهودي طعاما إلى أجل ,و رهنه درعا من حديد
Artinya : “Dari Aisyah berkata : “Sesungguhnya Rasulullah Shallâllahu ‘Alaihi wa Sallam membeli makanan dari seorang yahudi dengan pembayaran tertunda. Beliau memberikan baju besi beliau kepada orang tersebut sebagai gadai”
Hadits ini tegas menerangkan bahwa Rasulullah Shallâllahu ‘Alaihi wa Sallam mendapatkan barang kontan namun pembayarannya tertunda.
b. Dalil-dalil yang menunjukkan dibolehkannya memberikan tambahan harga karena penundaan pembayaran atau karena penyicilan
• Firman Allah Subhânahu wa Ta'âlâ :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيماً
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Kemumuman ayat ini mencakup jual beli kontan dan kredit, maka selagi jual beli kredit dilakukan dengan suka sama suka, maka masuk dalam apa yang diperbolehkan dalam ayat ini.
• Hadits Rasulullah Shallâllahu ‘Alaihi wa Sallam:
عن عبد الله بن عباس رضي الله عنهما قال : قدم رسول الله صلى الله عليه وسلم المدينة والناس يسلفون في الثمر العام والعامين فقال : من سلم في تمر فليسلم في كيل معلوم ووزن معلوم إلى أجل معلوم
Artinya : Dari Abdullah bin Abbas berkata : “Rasulullah Shallâllahu ‘Alaihi wa Sallam datang ke kota Madinah, dan saat itu penduduk Madinah melakukan jual beli buah-buahan dengan cara salam dalam jangka satu atau dua tahun, maka beliau bersabda : “Barang siapa yang jual beli salam maka hendaklah dalam takaran yang jelas, timbangan yang jelas sampai waktu yang jelas.”
Pengambilan dalil dari hadits ini, bahwa Rasulullah Shallâllahu ‘Alaihi wa Sallam membolehkan jual beli salam asalkan takaran dan timbangan serta waktu pembayarannya jelas, padahal biasanya dalam jual beli salam uang untuk membeli itu lebih sedikit daripada kalau beli langsung ada barangnya. Maka begitu pula dengan jual beli kredit yang merupakan kebalikannya yaitu barang dahulu dan uang belakangan meskipun lebih banyak dari harga kontan.
c. Dalil Qiyas
Sebagaimana penjelasan yang telah lewat bahwasannya jual beli kredit ini dikiaskan dengan jual beli salam yang dengan tegas diperbolehkan Rasulullah Shallâllahu ‘Alaihi wa Sallam, karena ada persamaan, yaitu sama-sama tertunda. Hanya saja jual beli salam barangnya yang tertunda, sedangkan jual beli kredit uangnya yang tertunda. Dalam jual beli salam dan kredit tidak sama dengan harga kontannya, hanya bedanya salam lebih murah sedangkan kredit lebih mahal.
d. Dalil Mashlahat
Jual beli kedit ini mengandung maslahat, baik bagi penjual maupun bagi pembeli. Karena pembeli bisa mengambil keuntungan dengan ringannya pembayaran sebab bisa diangsur dalam jangka waktu tertentu dan penjual bisa mengambil keuntungan dengan naiknya harga, dan ini tidak bertentangan dengan tujuan syariat yang memang didasarkan pada kemaslahatan ummat.
2. Haramnya jual beli kredit
Diantara Ulama yang berpendapat bahwa jual beli kredit hukumnya haram adalah Ulama Kontemporer Imam Al-Albani. Beliau berhujjah dengan beberapa dalil berikut:
عن أبي هريرة رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه و سلم, أنه نهى عن بيعتين في بيعة
Artinya : Dari Abu Hurairoh dari Rasulullah Shallâllahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa beliau telah melarang dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli.
Dalam riwayat lain disebutkan : “Barang siapa yang melakukan dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli, maka dia harus mengambil harga yang paling rendah, kalau tidak akan terjerumus pada riba.”
Yang menjadi perselisihan antara yang menghalalkan dan mengharamkan jual beli kredit adalah tafsiran dari larangan Rasulullah Shallâllahu ‘Alaihi wa Sallam, yang mana dari pihak yang mengharamkan menafsirkan dua transaksi jual beli daam satu transaksi adalah ucapan seorang penjual atau pembeli yaitu : “barang ini kalau tunai harganya segini dan kalau kredit harganya segitu”.
3. Pendapat yang rojih
Dari pemaparan tentang halal dan haramnya jual beli kredit di atas, dapat kita ambil benang tengahnya, bahwa letak permasalahan dari hukum jual beli kredit ini terletak pada pemahaman tentang larangan Rasulullah Shallâllahu ‘Alaihi wa Sallam pada hadits di atas yaitu apakah hal ini termasuk dalam larangan dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli ataukah tidak? Dalam arti lain, apakah ada penambahan harga sebagai konsekuensi dari ditundanya pembayaran ataukah tidak?
Oleh karena itu, jika ada transaksi jual beli kredit dengan tidak mengubah atau menambahkan harga dari kontannya, atau tidak ada penambahan harga dari kontannya, maka keluar dari permasalahan ini.
Sedangkan pendapat yang rojih, penulis mengambil kesimpulan bahwa yang rojih adalah pendapat yang pertama yaitu yang menghalalkan transaksi jual beli kredit. Allâhu A’lam.

D. Syarat Jual Beli Kredit
1. Harga barang ditentukan jelas dan pasti diketahui oleh kedua belah pihak, baik pihak penjual maupun pihak pembeli;
2. Pembayaran cicilan disepakati kedua belah pihak dan tempo pembayaran dibatasi sehingga terhindar dari praktek penipuan (bai’ gharar);
3. Harga semula yang sudah disepakati bersama tidak boleh dinaikkan lantaran pelunasannya melebihi waktu yang ditentukan, karena dapat jatuh pada praktik riba;
4. Seorang penjual tidak boleh mengeksploitasi kebutuhan pembeli dengan cara menaikkan harga terlalu tinggi melebihi harga pasar yang berlaku, agar tidak termasuk kategori jual beli dengan terpaksa (bai’ muththarr) yang dikecam oleh Rasulullah Shallâllahu ‘Alaihi wa Sallam.

E. Penutup
Di akhir tulisan ini, penulis mengutip sebuah perkataan

Senin, 08 Maret 2010

Usbu' ats-Tsaqofy li at-Tholabah al-Wafidin di Mesir

Di awal bulan Maret ini, Lembaga yang mengurusi Pendidikan Tinggi untuk Mahasiswa Asing di Mesir, menyelenggarakan Kegiatan yang melibatkan Mahasiswa-mahasiswi dari 11 negara yang sedang menempuh pendidikan di Mesir ini. Diantara 11 negara tersebut, 2 negara diantaranya dari Asia Tenggara yaitu Indonesia dan Philippine. Nama kegiatan itu adalah "Usbu' ats-Tsaqofy li at-Tholabah al-Wafidin". Ajang Kreasi Seni dan Budaya Mahasiswa Asing di Mesir. Acara itu sendiri dilaksanakan dalam sepekan, terhitung mulai tanggal 3-7 Maret 2010 yang diadakan pada malam hari dimulai ba'da maghrib di Nadi Wafidin Ramses, Cairo.

Acara ini dibuka langsung oleh Ketua Lembaga Pendidikan Tinggi untuk Mahasiswa Asing. Pada acara pembukaan ini, saya sendiri (penulis) diamanahi untuk pembacaan Ayat Suci Al-Qur'an yang mana Panitia mempercayakannya kepada Mahasiswa Indonesia. 'Ala kulli hal Alhamdulillah amanah ini bisa saya laksanakan dengan baik. Setelah acara dibuka, kemudian dilanjutkan dengan Taujih seputar Maulid Nabi Muhammad SAW oleh salah satu Duktur (Dosen) Al-Azhar University. Pada malam pertama, negara Bangladesh diberikan kesempatan pertama untuk unjuk gigi menampilkan seni kebudayaannya. Acara ini juga memberikan kesempatan kepada setiap negara untuk memamerkan segala macam pernak pernik yang ada di negara mereka masing-masing.

Taujih Maulid Nabi Muhammad SAW oleh salah satu Doktor Al-Azhar


Indonesia sendiri diberikan kesempatan pada malam ke tiga yang pada malam itu ditemani oleh negara Burkina Faso. Indonesia pada malam itu menampilkan 3 Penampilan. Diawalai dengan pembacaan Ayat Suci Al-Qur'an yang dalam hal ini diamanahi kepada saya sendiri. Kemudian dilanjutkan dengan Kata Sambutan dari Presiden Mahasiswa Indonesia Bapak Muhammad Taufik dan Kata Sambutan dari Atase Pendidikan KBRI Cairo yang diwakili oleh Bapak Iwan.


Pembacaan Ayat Suci Al-Qur'an

Kholish Blog's on Facebook